Rabu, 25 Juli 2012

Lauhul Mahfudzku Bag. 2


Hadirnya Rubby ^_^

Setelah beberapa bulan, kulalui hari demi hari selanjutnya dengan biasa. Entah apa yang membuatku bisa setegar ini, sungguh hal yang tak biasa aku rasakan. Tidak ada pesan masuk ataupun telpon dari Chandra setelah kepergiannya. Entah karena mungkin aku merasa perpisahan itu hanyalah sementara. Aku berkumpul ditengah anggota LD yang sedang asyik menonton acara televisi. Kugoda Enggar yang sedang asik bermesraan dengan Cindy. Kupandangi Rubby yang sedang menjauhkan diri dari teman-teman untuk membaca Al-qur’an. Tatapanku sempat terhenti lama padanya, sosok yang taat beribadah dan pendiam tetapi paling aktif. Terkadang aku salut padanya, seorang remaja kaya yang tak pernah sedikitpun menonjolkan kakayaannya. Ia tak pernah memilih-milih orang dalam berteman, apalagi sombong.

Aku berjalan mendekatinya yang sedang asik membaca kitab suci. Kudengarkan suaranya yang merdu serta fasih membaca Al-qur’an. Entah kenapa aku menjadi sangat tenang saat berada disampingnya. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya mampu membuat batinku menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Hingga akhirnya ia selesai mengaji, ia melempar senyum padaku. Kubalas senyum manis itu dengan senyuman puas karena ia telah menenangkanku dengan ayat-ayat tersebut.

Rubby yang banyak dikenal oleh orang-orang, adalah sesosok remaja yang shaleh. Remaja yang dibesarkan oleh keluarga besar yang sangat menyanyanginya. Itu yang membuat ia menjadi seorang remaja yang dengan mudah menyanyangi sesuatu yang ada disekitanya dengan setulus hati. Tatapannya yang menenangkan siapa saja yang dipandangnya. Seakan dia mempunyai kekuatan agar setiap orang tunduk padanya. Tapi itulah dia, kekuatan atau kelebihan apapun yang ada pada dirinya membuat banyak gadis tertarik padanya meski ia tidak dengan mudah menjalin hubungan.
Saat itu kulihat Rubby sedang bingung di ruang tamu basecamp LD. Kulontarkan pertanyaanku tentang apa yang sedang terjadi.

Kenapa kamu Bie ??? tegurku, lalu ia menjawab. “Bingung yun, mamahku hari ini ulang tahun, tapi aku bingung mau kasih kado apa ?”

Aku tersenyum dan kemudian menarik tangannya keruang tamu. Ayo kita ke toko kado trus cari kue ?? Kamu serius nyun mau nemenin aku ???“tanyanya kurang yakin. Lantas aku pun mengangguk pertanda setuju.
Ia merangkulku keluar dan membukakan pintu mobil yang sudah terparkir disamping rumah. Aku merasa seperti nyonya besar yang memiliki suami tampan, kaya dan baik hati. Tangannya mengarah ke tumpukan kaset-kaset kemudian memasukkannya kedalam tape. Sempat terpikir bahwa selera lagu-lagu kita sama. Ternyata tidak, tatapan lain kala itu yang ia lemparkan kepadaku.

Ini lagu-lagu untukmu yun, sengaja aku buat untuk menemaniku saat aku kamu tak berkumpul bersama di basecamp. Lagu yang aku buat kalau aku kangen dengan senyum dan tawamu yang lantang. Kangen dengan suaramu yang cempreng ~~~

Aku sempat tertegun mendengarnya. Aku tersenyum dan menatapnya dengan senyum terindah yang aku miliki. Sesampainya di sebuah mall, kami langsung menuju toko arloji. Tangan Rubby sempat beberapa kali menggenggam tanganku, aku pun meledeknya dengan perkataan “kita sahabat loh Bie, jangan sampe jadi pacar” #ups~~

Rubby tak henti juga meledekku, dan berkata kalau aku tertalu gede rasa terhadapnya. Ia merangkulku laksana seorang sahabat yang sudah tumbuh sejak kecil. Orang-orang disekitar kami tampak memandang aneh dengan tingkah kami yang konyol. Kadanga ia merangkulku, kadanng mencubit pipiku, kadang dengan sengaja menginjak tali sepatuku. Aku tertawa lepas dengan kejadian itu.

Sampai di depan toko arloji kuperhatikan dia sedang mengatur napasnya yang terengah karena daritadi tertawa. Aku pun juga ikut menuruti gayanya yang lucu, sambil menatapnya kemudian kami tertawa lagi. Sangat bahagia rasanya punya sahabat tertawa terus. Memasuki toko itu, sengaja ia meninggalkan pintu yang terbuka setengah untukku dan kemudian aku terjepit di pintu itu. Akan tetapi bukannya aku mengerang kesakitan atau marah, aku lantas tertawa terbahak-bahak sambil menjewer telinganya. Sehingga membuat pelayan toko itu pun ikut tertawa meski sedikit ia sembunyikan.

Cukup susah memilih sebuah jam tangan apalagi pada saat memebeli tidak bersama orang yang ingin memakainya. Aku berusaha membantu memilih jam tangan yang tepat untuk mamah Rubby. Terlalu banyak pilihan yang membuat kami cukup bingung jam tangan mana yang cocok. Hingga akhirnya, pilihan jatuh pada jam tangan berwarna putih dengan taburan kristal di sekitar bundarannya. Kami sepakat untuk memilih jam tangan itu karena kami merasa bahwa jam tangan itu yang paling bagus di antara yang lainnya. Setelah jam tangan itu dimasukkan kedalam kotak hati berwarna merah maron, kami pergi meninggalkan toko arloji itu menuju toko kue.

Tak cukup sulit untuk memilih kue tart dibanding memilih jam tangan tadi. Pilihan pun dengan mudah jatuh pada blackforrest dengan taburan almound di atasnya. Segera kami bergegas meninggalkan mall itu karena tak sadar hari sudah semakin sore. Senang rasanya melihat Rubby yang tadi sempat bimbang, saat ini sudah bisa tersenyum bahkan tertawa. Ia mengucapkan rasa terima kasih saat mobil yang kami naiki sampai di garasi basecamp. Ia menarik tanganku dan mendekatkan bibirnya ketelingaku. Membisikkan sebuah kata “terimakasih”. Aku pun segera melepaskan pegangan tangan itu dengan sedikit ledekan bahwa Rubby ganjen :p.

Kurebahkan badanku yang lelah di atas sofa panjang yang berada di basecamp. Ia menghampiriku sambil memijat pundakku kemudian menyuruhku untuk segera mandi dan berdandan. Aku terkejut, bukankah yang ingin pergi ke acara ulang tahun mamahnya adalah dia, bukan aku. Tapi ia hanya tersenyum lembut kearahku, dan aku pun melakukan apa yang diperintahkan.

Sekitar pukul tujuh malam aku dan dia pergi kerumahnya. Kulihat rumahnya yang megah terlihat sepi dan tak ada tanda-tanda adanya pesta. Setelah aku masuk kedalam rumahnya pun, tak kulihat adanya seseorang yang hendak merayakan hari spesial orang tua tersebut. Rubby menarikku kemudian merangkulku dengan erat, mamahnya menghampiriku dan menyapaku dengan sangat ramah. Aku mencium tangannya kemudian di mencium pipiku. Aku tak tahu scenario apa yang telah disiapkan oleh Rubby. Yang kutahu saat itu, semua mata saudara Rubby menatap tajam padaku. Aku hanya bisa tersenyum sambil member salam dan menatap mereka satu persatu.

Mamah Vera bertanya kepadaku, “kenapa baru sekarang main kerumah” ???  dengan sedikit bingung dan gugup aku menjawab, “baru di ajak Rubby sekarang tante”

Mamah Vera menegurku, sudahlaaah jangan panggil tante. Kamu kan calon menantu mamah, aku terkejut dan amat sangat terkejut. Sepertinya saat itu bukanlah hendak merayakan ulang tahun seseorang, tetapi malam perjodohan. #mengerikan ~~

Aku disangka pacar Rubby, antara ingin tapi tak ingin. Mengingat komitmen kita untuk tetap menjadi sahabat. Setelah lama berbincang-bincang semua di kejutkan dengan rebahnya Rubby kelantai. Suasana menjadi hening, gemuruh orang-orang bercerita pun terhenti seketika. Semua panik, tunggang langgang menyadarkan Rubby dari pingsannya. Aku terkejut, dadaku sakit melihat Rubby tergeletak lemas seperti itu. Para saudaranya membopongnya ke kamar. Kamar yang sangat gelap, entah kenapa ia tak menyalakan lampu kamar ini. Tak ada yang menghiraukan Mamah Vera kala itu, karena semua sibuk dengan keadaan Rubby. Air mata mamah Vera mungkin mengalir dengan sedikit terisak. Setelah tubuh Rubby direbahkan ke tempat tidur. Salah seorang anggota keluarga Rubby menyalakan Lampu sambil membawa kue ulang tahun memasuki ruangan. Dengan spontan Rubby bangkit dari tempat tidur dan mengambil kue yang sudah kami beli tadi. Tangan Rubby melingkar di leher mamahnya, sambil menyanyikan lagu ulang tahun. Sungguh kejutan yang amat sangat menegangkan. Mamah Vera menangis karena terharu. Ia meniup lilin dan kemudian mencium kami semua. Tak ada yang menyangka, tujuh buah kue dari anak-anaknya dan anggota LD pun berada ditengah-tengah kami.

Mamah Vera dengan tangannya yang cekatan memoleskan mentega kue kewajah setiap orang yang ada dikamar itu, termasuk ke wajahku dan Rubby. Dengan sedikit mengelak Rubby memelukku dan berusaha melindungi aku dari colekan kue yang dilakukan orang-orang saat itu. Pelukan Rubby, tangan besarnya mendekap erat tubuhku. Dapat kurasakan bahwa pelukan itu bukanlah pelukan sembarangan. Tatapannya dan tawanya yang memberi isyarat agar menghentikan colekan itu pun terlihat dengan jelas. Tetapi tak ada satupun yang mendengarkannya. Hingga akhirnya aku dan Rubby terjatuh di atas sebuah sofa dengan bibir Rubby berada tepat di pipiku. Aku syok dan terdiam merasakan hal itu terjadi padaku. Suasana kembali hening untuk kesekian kalinya, mereka semua terdiam sambil memandang kami. Ruangan kembali bergemuruh saat Batak menyimburkan tepung ke arahku dan Rubby. Mereka sontak meledek kami yang terlihat mesra di hadapan mereka. Pakaian kotor tak bisa terelakkan, kulihat diriku semakin kotor dengan siraman tepung yang dilakukan Batak.


Terkhianatinya Sebuah Komitmen ~~~

Waktu semakin berlalu, kami selalu bersama kemanapun kami pergi. Sudah seperti layaknya seorang saudara kandung yang sangat akur. Bahkan mengalahkan keakuran aku dan adikku dirumah. Putih abu-abu kini sudah sama-sama kami lepas. Pertanda kami telah melalui fase remaja. Dan hingga saat ini, rasa itu pun masih terkepung dengan kesepakatan yang sempat terjadi. Saat aku menatap dalam matanya, tatapannya masih sama seperti yang selama ini kulihat. Tatapan menenangkan bagiku.
Selulusnya dari bangku  SMA ia sempat mengajakku untuk kuliah di fakultas yang sama. Aku memang hendak melanjutkan kuliah, akan tetapi karena aku berniat untuk kuliah sambil bekerja, maka aku menolak tawarannya. Ia mengajakku untuk mengikut kelas regular, sedangkan aku tahu bahwa jam kerja di sebuah perusahaan akan berlangsung di pagi hari. Akhirnya kami pun kembali terpisah untuk kesekian kalinya … ckckckckkc

Rubby resmi menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi tahung angkatan 2009. Sedangkan aku pun resmi menjadi seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta. Aku menjalani hari pertamaku sebagai karyawan dan ia pun sama sesuai dengan kesibukannya. Meski kami sempat beberapa minggu tak bertemu karena kami sering kelelahan seusai jam rutinitas kami berlangsung. Tapi hal ini tak mengurangi rasa yang telah berkembang di hati kita. Awal pertemuan kami semenjak lulus SMA sangatlah hangat. Dengan segudang cerita-cerita tentang rutinitas baru yang kami lalui. Tempat belajar baru, teman baru, suasana baru. Semua serba baru, kecuali nama yang telah tertulis dihati kami masing-masing. Masih tetap sama hingga saat ini. 




Beberapa tahun yang kami lalui sangatlah manis. Sehingga kami sempat tak memikirkan untuk mencari pacar. Meski banyak yang berusaha  mendekati aku ataupun mendekati Rubby, tapi hal itu terlewat begitu saja. Mungkin karena aku dan dia memang diciptakan untuk bersama, sehingga kehadiran orang ketiga disekitar kami tak terlalu berpengaruh.

Suatu malam ia mengajakku pergi nonton ke bioskop. Ia menjemputku dengan mobil kesayangannya, CRV. Suasana didalam mobil saat itu berbeda, kami hanya berdiam tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir kita. Sesekali kami saling bertatapan tetapi kami hanya melempar senyum. Hingga ia membukakan mobil seperti biasanya yang ia lakukan. Ia langsung menangkap tubuhku. Rubby merangkulku dengan sangat erat. Pegangan tangannya di bahuku terasa sangat hangat. Terlebih lagi jarak bibirnya yang tak terlalu jauh dari dahiku.

Ia tetap merangkulku hingga kami  memasuki gedung bioskop. Ia mempersilahkan aku duduk dan kemudian ia memegang erat tanganku. Entah apa yang di rasakan Rubby saat itu. Aku merasa ia sangatlah berbeda dari malam-malam sebelumnya. Seakan ia tak menginginkan aku terlepas darinya, bahkan hanya satu menit. Saat film yang kami tonton mulai, tak ada sedikitpun rasa longgar dari genggaman tangan Rubby. Bahkan ia semakin erat menggenggamnya. Sambil merabahkan kepalaku di bahunya. Ya Tuhaaaaan, sungguh ingin aku melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius. Dan aku merasakan hal ini sama seperti yang Rubby rasakan.

Sampai film telah berakhir, lampu bioskop pun telah kembali memancarkan sinarnya. Ia belum mengajakku pergi keluar. Hingga saat aku ingin berdiri, dia menarikku untuk kembali duduk disampingnya. Ia mengucapkan sepenggal kalimat yang saat ini masih jelas ada diingatanku, bahkan kalimat itu seakan baru kemarin ia ucapkan.

“Aku berharap hubungan kita bisa lebih dari seorang sahabat”

Aku menitikkan air mata haruku di hadapannya. Apa yang kami rasakan sama. Keinginan dan harapan kita pun sama. Ia pergi meninggalkanku sendiri di kursi bioskop itu. Ia pergi keluar tanpa sekali pun menoleh kebelakang. Aku mengejarnya dengan cepat karena tak mau ketinggalam.  Hingga aku menemukannya terdiam di sudut pintu keluar gedung. Aku mendekatkan diri padanya, kupegang tangannya dan mencoba mengarahkan tubuhnya dan menghadapkannya padaku.

“Bie, aku juga sayang sama kamu. Tapi aku takut untuk mengatakannya, aku takut rasa ini hanya aku yang rasa.” Ucapku dengan lemah. Hingga ia menjawab dan membuat aku tertegun.

Ayo kita mulai yun, ayo kita coba jalani dengan keseriusan hati. Aku untukmu, dan kamu untukku. 

Aku tersnyum mendengar ucapannya, entah aku harus melakukan apa. Kami pun resmi menjadi sepasang kekasih. Hariku-hari yang kami lalui semakin berwarna, terlebih saat Mamah Vera mengetahui kalau aku benar-benar menjalin hubungan dengan Rubby. Restu dari kedua orang tua sudah kami genggam jauh sebelum kami meresmikan hubungan ini. hampir setiap hari ia mengajakku untuk kerumahnya, begitupun Rubby yang sering berkunjung kerumahku.

Orang tua kami sempat beberapa kali bertemu, sampai akhirnya tawaran Mamah Vera datang padaku untuk bertunangan dengan Rubby. Orang tuaku dengan senyumnya yang khas berbahagia menyambut tawaran Mamah Vera. Mamah Vera menyarankan Rubby untuk segera mencari cincin yang pas untuk jari manisku. Senang rasanya saat kedua orang tua kami bisa akrab seperti ini. Meski belum menentukan kapan waktu yang akan dijadikan hari pertunangan kami. Suasana seperti ini sudah cukup membuatku merasakan bahwa aku telah lebih dalam memasuki keluarga Rubby.

Keluarga baruku, Mamah Vera dan Papah Rudi. Kedua orang tua yang terlihat sangat menyayangiku. Perlakuannya padaku dan pada anak-anak kandungnya pun tak ada bedanya. Mereka memang orang tua yang sangat baik, taat ibadah dan penyayang. Tak salah jika ia memiliki seorang anak seperti Rubby, seorang pria yang sholeh dan baik hati. Aku berdoa dalam hati, berharap dialah yang akan menjadi imamku kelak. Berdoa bahwa ia lah sang pemilik tulang rusuk ini. berdoa bahwa dial ah yang akan menjadi ayah bagi anak-anakku kelak.

Tak pernah rasanya kulalui hubungan seindah dan setenang ini. Dimana seorang pria bisa menjaga nafsunya untuk menjamah seorang wanita yang belum menjadi muhrimnya. Teringat beberapa hubunganku sebelumnya kandas karena terlalu sulit menjaga nafsu. Hubunganku seperti benar-benar di arahkan oleh Allah menuju jalan yang semestinya kami lalui. Hubungan yang kunantikan selama ini. terimakasih ya Allaaaah, telah Engkau pertemukan aku dengan kekasihmu di dunia ini.


Kebahagiaan Terakhirku ~~~

Memang hubungan yang kami jalin selama ini jauh dari godaan yang ingin meretakkan kepercayaan kami. Itu semua karena pengertian dari kedua belah pihak yang saling mengerti dan memahami keadaan pasangan. Karena restu dari kedua orang tua kami yang sudah berhasil kami genggam bersama. Karena dukungan dari teman-teman di sekeliling kami yang turut mewarnai kisah kami.

Malam itu kurasakan berbeda dengan biasanya. Malam dimana Rubby jadi tampak murung dari biasanya. Saat kutanya apa yang sedang terjadi, dia hanya menjawab dengan senyuman. Sikapnya pun dingin, tak ada pujian untukku kala itu. Bahkan untuk menyapaku pun tak lagi ia lakukan. Aku heran dan bertanya-tanya dalam hati. Apa salahku hingga dia seperti ini ????

Dan malam yang begitu lama aku lalui hanya untuk sekedar makan malam bersama. Tak ada pembicaraan malam itu. Aku hanya bisa terdiam dalam sedihku melihat sikapnya yang dingin. Terasa ada yang mengalir di ujung mata ini. aku tak ingin kita lama-lama berdiam diri seperti ini terus. Kita harus saling terbukaaaa~~~ #teriakkudalamhati.

Setelah makan malam usai, kami lantas bergegas untuk pergi meninggalkan tempat itu. Sungguh amat sangat berbeda dengan biasanya. Tak ada canda tawa malam itu. Yang terasa hanya suasana dingin. Tak ada sentuhan tangan Rubby yang menggenggam tanganku, tak ada belaian tangan Rubby di rambutku, tak ada usapan tangan lembutnya di pipiku. Tak adaaaaaaa  !!!!!

Ia memberikan aku sebuah kotak dan menyuruhku menyimpannya baik-baik. Ia juga menyuruhku untuk membuka kotak itu saat aku telah sampai dirumah. Aku mengangguk dan kemudian ia kembali terdiam. Sungguh tanda tanya besar yang kurasakan saat itu. Sesampainya dirumah, aku meletakkan kotak itu disebelah tempat tidurku. Kurebahkan badanku dan kuraskan air mataku mengalir dari sudut mataku. Aku menangis, entah kenapa aku merasa sangat sedih sekali.

Terbangun untuk memulai segala aktifitasku seperti hari-hari biasanya. Kulihat banyak pesan yang di tinggalkan Rubby, banyak sekali permintaan maaf darinya. ia juga mengatakan bahwa sebagai tanda permintaan maafnya padaku, ia mengajakku untuk makan malam bersama lagi. Aku tenang, sedikit lega karena sikap Rubby yang dingin itu sudah kembali hangat. Ketakutanku semenjak semalam telah berakhir. Terimakasih Ya Allaaah ~~~

Malam itu ia kembali menjemputku, mengajakku ketempat favorit kita. Dinding-dinding dan aksesoris RM. Lumbung adalah bentuk saksi bisu keceriaan kami. Senang rasanya merasakan kehangatan Rubby malam itu. Ia menyuapiku sesendok sup dan aku pun demikian. Seakan tak menghiraukan orang-orang yang hadir disekitar kami saat itu. Kami sibuk dengan lingkaran yang telah kami buat. Tak ada yang menyinggung ataupun membuka pembicaraan mengenai sikapnya yang berubah dimalam sebelumnya. Yang kufikirkan saat itu adalah bersyukur pada Allah karena telah mengirim kekasihnya di sisiku.

Hari semakin gelap, tak terasa jam tanganku sudah mengarah mendekati tengah malam. Kami bergegas menuju mobil dan pulang. Ia sangat hangat kala itu, ia kecup keningku dan mengatakan bahwa ia sangat menyayangiku. Aku pun mengangguk. Aku juga sayang dengannya, ia menggenggam tangaku, mengusap pipiku dan membelai rambutku. Tatapannya berbeda, mataku mengarah pada gerakan tangannya yang sedang mencari-cari sesuatu dari dalam sebuah laci di mobilnya. Ia tersenyum sambil menyuruhku untuk membuka genggaman tangannya. Aku menurutinya, genggaman tangannya sangat susah sekali terbuka. Semakin kuat aku berusaha membukanya, ia semakin menguatkan eratannya. Hingga akhirnya aku mengalah dan manyun didepannya. Ia kembali mencium keningku dan memintaku untuk memejamkan mata. Aku sempat menolaknya karena masih kesal dengannya.

Akan tetapi, saat mendengar rengekan manjanya, hatiku pun luluh. Aku memejamkan mataku. Kurasakan belaian lembut tangannya mengitari pipiku. Mengelilingi seluruh bagian wajahku. Mengikuti setiap lekukan wajahku. Hingga tangannya menarik jemariku dan meluruskannya. Aku merasakan ada benda berbentuk bundar mulai memasuki jari manisku. Semakin lama semakin menuju ujung jariku. Setelah benda itu sampai pada ujungnya, ia pun mencium tanganku dengan suara kecupannya. Aku membuka mata dan melihat sebuah cincin emas telah melingkar dijariku. Aku menatapnya dengan penuh tanya, namun ia hanya tersenyum. Aku mengerti maksud dari semua ini, pertunangan kami yang sempat dibicarakan oleh kedua orang tua kami pun akan segera berlangsung. Aku tertawa bangga dan kemudian memeluknya, merasakan desah nafasnya di telingaku. Aku mengucapkan terimakasih padanya sebelum akhinya kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.


Kepergiannya Ke Pangkuan Sang Khalik ~~~

Sesampainya dirumah yang kupandangi hanyalah cincin emas yang melingkar dijariku. Betapa bahagianya aku saat itu. Amat sangat bahagia. Kurebahkan kepalaku di bantal boneka pemberiannya. Terlelap tidur tanpa harus membersihkan wajah dan mencuci kaki terlebih dahulu. Berharap esok menjadi hari yang lebih indah untukku. Terimakasih untukmu Bie, terimaksih ya Allah. 

“Tidur dalam keadaan bahagia merupakan suatu hal yang sangat aku harapkan disetiap malamnya. Malam ini aku telah menerima kado special dari orang yang aku sayangi. Terbayang olehku bahwa kami akan bersama duudk dipelaminan. Dikelilingi dengan orang-orang yang kami sayangi lainnya. Dengan keluarga Rubby dan keluargaku yang menjadi pendamping kami dipelaminan nanti. Sebuah gaun pengantin putih yang membalut tubuhku. Sebuah kalung dan bandana yang menghiasiku nantinya. Sebuah irama romantic yang mengiringi berlangsungnya pernikahan kami. Sungguh khayalan yang sangat sempurna.”

Tidur mati menjadi hal biasa bagiku. Sehingga aku tak mendengarkan posnelku bordering saat waktu menunjukkan pukul 12 malam. Aku mengambil ponselku dan melihat banyak panggilan tak terjawab. Aku menelpon Batak yang kulihat paling banyak menghubungiku malam itu. Ia menjawab telponku dengan suara gugup dan sambil terisak. Aku berusaha menenangkannya agar ia bisa menceritakan apa yang sedang terjadi. Aku bertanya apa yang sedang terjadi, Batak menceritakan dengan perlahan. 

Rubby tabrakan yun, jenazahnya masih belum bisa dikeluarkan karena tergencet dasbor mobil. 

Aku langsung terdiam mendengar kabar itu. Entah apa yang harus aku lakukan saat itu. Airmata mengalir dengan derasnya dipipiku. Aku bergegas mengusap mataku dan pergi menemui Mamah Vera. Kulihat tangisan Mamah Vera tak kalah kencang denganku. Beliau memelukku dengan erat. Hanya suara tangis yang mengisi rumah kala itu. Kusandarkan bahuku pada dinding sofa sambil melanjutkan tangisanku. Hatiku hancur dan teramat sakit. Aku tak sanggup secepat ini kehilangan orang yang kusayangi. Rubby harus pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Tak pernah terbayangkan sedikitpun hal ini akan terjadi. Aku menangis dan akhirnya terpuruk.

Jenazah datang kerumah sekitar pukul tiga pagi. Hanya sedikit keluarga yang pergi kelokasi kecelakaan karena mereka tak sanggup untuk menyaksikan Rubby meninggal dengan mengenaskan. Saat jenazah itu telah berada di tengah-tengah keluarga, Gemuruh tangis kian nyaring terdengar. Aku mendekati janazahnya dan mengusap pipinya. Kuikuti kemanapun lekukan wajahnya sambil mengingat caranya meraba wajahku beberapa jam yang lalu. 

Aku menangis tiada henti hingga aku terbangun saat metahari sudah sepertiga tingginya. Aku terkejut karena aku berada di kamar Rubby. Salah seorang sahabat menceritakan bahwa aku pingsan di atas jenazah Rubby. Itu karena aku tak kuasa menahan kesedihan yang mendalam. Aku segera bergegas keluar tanpa banyak bicara. Jenazah Rubby sudah selesai dimandikan, dan siap untuk disholatkan. Aku menuruni tangga dan meminta ijin untuk menciumnya untuk yang terakhir kalinya. Meskipun pandanganku tak terlalu jelas karena mata ini sudah terlalu bengkak karena linangan air mata. Tapi kala itu aku berusaha membuka mata selebar-lebarnya untuk menatap wajahnya. Aku mengusap pipinya, mencium kening, mata, hidung dan pipinya. Kusandarkan sejenak kepalaku pada dadanya yang sudah tampak dingin. Kucium punggungnya untuk terahir kalinya. Kubisikkan kalimat ditelinganya, “tidurlah dengan tenang sayang, aku menyayangimu dan tak akan pernah melupakanmu”.

Jenazah itu kemudian pergi menuju pemakaman setelah disholatkan. Aku teriak sambil menangis. Aku tak sanggup melalui hari esok tanpamu. Para sahabat LD kemudian mendekatiku dan mencoba untuk menenangkan. Mereka menopang tubuhku yang lemah untuk menuju lobang pemakaman Rubby. Tak kuasa menahan tangis saat tubuh dingin Rubby harus menempati lobang itu. Aku terjatuh dan tersipuh dikaki-kaki para pelayat. Aku menangis dengan kencangnya, aku bersedih. Mamah Vera pun demikian, ia sempat beberapa kali pingsan saat menyaksikan pemakaman putra tersayangnya. 

Jasad itu sudah menempati lobangnya. Tanah itu kemudian menutupi pandangan para pelayat dari jasad itu. Aku semakin lemah dan tak kuasa menahan tangisku. Kekasihku telah pergi untuk selamanya. Seusai para pelayat membacakan doa untuknya, hanya aku dan beberapa yang masih tersisa di pemakaman itu. Aku memandangi pemakaman itu sambil menangis. Aku tak ingin meninggalkan makam itu. Kupandngi cincin yang melingkar di jemariku, pemberiannya semalam. Kemudian aku berteriak, aku sangat sedih dan tak bisa menyembunyikannya. 


Enam Bulan Keterpurukanku ~~~

Hari-hari berikutnya aku hanya bisa terdiam, tersenyum seadanya dan berkata secukupnya. Tak kuhiraukan tawaran teman-teman untuk mengajak nongkrong ataupun berkunjung ke basecamp. Sepulang bekerja, aku langsung masuk kamar dan terdiam dikamar itu. Keluar kamar saat waktu makan malam lalu kembali menuju kamar. Terdiam, terpaku, menangis, memandangi foto kami. Mungkin airmataku sudah kering untuk kembali menangis. Meski aku masih saja sedih dengan perpisahan kami ditangan Tuhan. 

Mamah Vera sempat beberapa kali mengunjungiku dan mencoba membantuku untuk bangkit dari kesedihan ini. Tapi aku tak menghiraukannya, aku hanya tersenyum memandangnya. Ia menyarankan agar aku mencari pengganti Rubby agar aku tak terlarut dalam kesedihan ini. aku mengangguk dan berpaling darinya menuju tempat tidur. Mamah Vera tak tahu apa yang aku rasakan, Rubby tak akan pernah terganti. Meski ada sosok pria lain yang mendampingiku nantinya, tetapi yang kuinginkan hanya Rubby. Rubby dan Rubby. 

Bulan demi bulan terlalui dengan sikapku yang masih dingin terhadap orang-orang disekitarku. Meski para orang tua dan sahabat tak henti mensupportku untuk kembali bangkit dan menjadi Yuni yang dulu. Tapi aku sepreti mati rasa, tak ada gairah untuk melanjutkan hidup. Aku tersenyum dan hanya tersnyum untuk menghargai usaha mereka. Terimakasih Mami, Mamah dan para sahabat LD yang sudah menyemangatiku. Aku sayang kaliaaan~~~~



Untukmu sayangku, (23 April 1990 – 23 April 2010)..
Yang kini telah pergi menggalkanku di dunia ini…
Doaku akan selalu ada untukmu, sayangku tak akan pudar padamu..
Engkau kekasih terbaik yang pernah ada disampingku…
Engkau yang telah menemaniku selama ini, membuat hidupku lebih berwarna…
Terimakasih sayang …
Kuharapkan ketenanganmu di alam sana..
Hadirlah dimimpiku dan selalu lah berada disampingku meski aku tak bisa memandangmu…
Meskipun kita kini telah terpisah, tetapi hati ini tak akan luntur dari namamu…
Muhammad Robby Fernanda, sayangku untukmu…
Selamat jalan sayang…
Selamat jalan…

Lauhul Mahfudzku Bag. 1


Kamar ini, foto-foto ini, jaket dan lampion ini. Kurasakan hawa dan nuansanya masih tetap sama. Tak ada perubahan sedikitpun meski ruangan ini telah lama tak ditempati. Meski Kau telah tiada, tak ada yang berani mengubah tata letak barang-barang yang ada dikamar ini. Walaupun terkadang Mamah Vera dan Papah Rudi berusaha untuk melarangku memasuki kamar ini. Tetapi aku tetap bersikukuh untuk meluangkan waktu bersantai dikamar ini. Kenanganku bersamamu yang hingga saat ini belum bisa aku lupakan. Meski banyak teman pria yang berada disekitarku turut menghias hatiku. Terkadang aku belum bisa sepenuhnya memberikan hatiku seperti yang pernah aku lakukan padamu, Rubby.

Muhammad Rubby Fernanda atau yang sering dipanggil Rubby kini telah tiada. Kepergiannya dua tahun lalu sangat mengguncangku. Membuatku hampir gila dan hilang kendali dalam semua hal. Perpisahan kami di tangan Tuhan, memanglah menjadi pukulan hebat bagi semua yang mengenalnya. Sosoknya yang baik, bijaksana, dan sholeh tak mudah begitu saja kami lupakan. Terlebih lagi anggota LD yang sangat dekat dengannya.

Komitmen untuk menjadi sahabat sejati selamanya telah kami langgar bersama. Entah apakah ini azab yang harus kami terima karena melanggar larangan itu. Cinta yang menggebu di antara kami berdua sangatlah kuat. Sehingga kami pun sepakat untuk melangkahkan kaki menuju langkah yang lebih serius. Enam tahun kebersamaan kami sebagai sahabat, aku rasa cukup untuk saling belajar memahami satu sama lain.

Pertemuanku yang tak sengaja dengannya awalnya terkesan biasa saja. Lulus dari bangku sekolah dasar telah membuka mataku untuk mencari teman-teman baru. Setelah beberapa bulan menjalani masa-masa dibangku Madrasah, salah seorang temanku mengenalkan aku padanya. Wajahnya yang tampan dan manis pun menjadi sorotan orang-orang yang ada di sekitarku. Rambutnya yang lurus dan terlihat lembut pun menjadi daya tarik tersendiri baginya. Anaknya sangat murah senyum dan perhatian kepada seluruh kaum hawa.



~~ Terbentuknya LD

Sebelum aku mengenalnya lebih jauh, aku dan beberapa orang temanku yang hobby ngongkrong bareng pun berpendapat ingin memberi nama pada perkumpulan kita ini. Beberapa usul telah terlontar dari beberapa mulut. Nama demi nama telah masuk kategori dan kami sibuk mencari arti yang tepat. Hingga akhirnya pilihan pun jatuh pada usulku yang ingin memberi nama perkulmpulan itu dengan nama LD (Laskar Dumbledor). Kebetulan kami semua penggemar berat Harry Potter. LD terbentuk kurang lebih sembilan tahun yang lalu. Dan aku pun di tunjuk oleh teman- teman untuk menjadi ketua perkumpulan para bocah ini. Sebenarnya tak kuinginkan adanya ketua dalam hal ini, karena niatnya adalah hanya ingin berkumpul bersama-sama dengan gembira.

Bulan demi bulan telah berlalu, hingga kami lebih sering berkumpul dan akrab. Terlabih aku dan Chandra yang memang sebenarnya telah saling menyukai. Akan tetapi kami sama-sama malu untuk mengakuinya. Hingga pada akhirnya di pertengah tahun ajaran kelas dua madrasah, dia memberanikan diri untuk menyatakan cintanya padaku. Aku pun menerimanya. Hubungan kita berjalan manis bahkan amat sangat manis. Kedua orang tuanya langsung menyukaiku saat Chandra mengajakku kerumahnya. Begitupun orang tuaku. Rasanya senang sekali apabila menjalani hubungan dengan adanya restu kedua orang tua kami. Waktu semakin cepat berlalu, hingga mengantarkan kami di penghujung putih biru.


Kepergian Chandra ~~

Aku dan Chandra selalu saja berada di sekolah yang terpisah. Saat aku telah lulus dari madrasah, aku melanjutkan ke kesekolah kejuruan sedangkan dia melanjutkan ke sekolah umum. Langkah kami di LD pun menjadi menjadi sorotan para anggota lainnya. Hingga akhirnya Enggar dan Cindy pun ikut menjalin kasih. Tak hanya itu, Roy dan Gendis, Ketut dan Nolan pun juga ikut mewarnai adanya cinta lokasi di dalam perkumpulan. 

Hingga waktu yang kutakutkan terjadi, di situlah awal dari berubahnya kisah kita yang selama ini terjalin. Chandra di utus papanya untuk meneruskan usaha hotelnya di Surabaya.  Chandra pun menuruti permintaan Papanya yang saat itu mulai sakit-sakitan karena penyakit jantung yang dideritanya sering kambuh. Dengan berat hati aku harus merelakan Chandra pindah sekolah ke Surabaya. Setitik butiran bening itu mengalir dari ujung matanya saat aku mengantarnya ke bandara. Janji yang Ia ucapkan cukup meyakinkan aku saat itu.

Chandra : “ Aku akan kembali lagi ke kota ini, menjemputmu dan kemudian melanjutkan kisah kita. Sayangku padamu dan rinduku padamu akan selalu kupendam hingga akhirnya nanti kita bertemu dan menumpahkan semua kerinduan kita pada pelukan hangatmu.



Tangannya sedikit demi sedikit semakin menjauh dari tanganku. Terlepas gengggaman ini dan kulihat Chandra menesteskan air matanya. Lambaian tangannya mengisyaratkan kesedihan mendalam. Kusembunyikan kesedihan ini dihadapan teman-teman LD yang ikut menemani kepergian Chandra. Kubalikkan badan dan menatap mereka yang ikut bersedih. Kurangkul Batak dan kembali menuju mobil. Duduk dan bersandar di antara Batak dan Rubby. Kurasakan tangan Rubby menggenggam erat tanganku, kurebahkan kepalaku di bahunya. Dinginnya tanganku kini menjadi hangat karena sentuhan tangan Rubby. Kupejamkan mataku dan akhirnya kutertidur karena lelah.

Keesokan harinya aku jalani semuanya sendiri. Tak ada Chandra yang selalu mengantarkan aku ke sekolah. Kucoba menghubunginya tetapi handphonenya tak aktif. Kucoba berkunjung kerumahnya untuk menemui Tante Mega, tetapi hanya rumah kosong yang terlihat. Rumahnya tertutup rapat dengan gembok besar mengunci pagar. Sempat syok akan hal itu dan aku hanya bisa menangis. Dua tahun kisah kami yang terjalin harus berakhir dengan kesedihan seperti ini.

Selasa, 17 Juli 2012

Erau Pertamaku ~~~


Pagi lembab menyelimuti kota Samarinda pagi itu. Mencoba membuka mata dan menatap cahaya dari luar jendela. Kudengar kicau burung saling bersahutan dari luar. Kugerakkan badanku yang masih terasa enggan untuk baangkit dari tempat tidur. Ku aktifkan hapeku dan kudapatkan sebuah pesan dari temanku.

Mas David : “Nyun, jadi ikut penutupan Erau gak ???”

Baru sadar kalau pagi itu aku memiliki janji yang harus ditepati. Kuturuni tangga kamarku dan memandangi ibuku. Kulihat Beliau masih sedikit lemah terbaring diruang nonton bersama adikku. Rasa tak tega ingin pergi meinggalkan beliau saat itu. Tapi hasrat petualangku hampir memenuhi seluruh sendi-sendi tubuhku.

Kubiarkan Babe sibuk dengan kegiatannya sebelum bekerja. Kupandangi jam dinding yang hampir menunjukkan pukul 09.00 AM. Kulihat hapeku pun tak henti menerima sms balasan dari temanku, Mas David. Kucoba cek list semua kontak yang ada di hapeku lalu ku coba untuk mengirim pesan kepada temanku yang kuaanggap bisa menemaniku pergi kesana. Salah satunya adalah Dia.

Meski rasa ini nyaris pudar kepadanya, karena aku telah mengetahui apa yang sedang terjadi. Tapi terkadang hati ini tak ingin dia pergi jauh dariku. Tatapannya, senyumannya, tawanya, candanya, kurindu akan hal itu. Sikapnya yang seolah ingin menjadikan aku yang pertama dihidupnya belum bisa aku lupakan. Gerak-geriknya yang cekatan saat menemani aku berbuka puasa cukup menarik perhatianku.

Ya Allah, jauhkan aku dari perbuatan yang bisa menyakiti diriku sendiri dikemudian hari. Rasa ini memang ada untuknya, meski tak bisa aku menyatukannya. Pengakuannya kepadaku beberapa hari yang lalu cukup membuatku menitikkan air mata. Pengakuan yang tak terduga sebelumnya di pikiranku. Meski sakit, tapi aku coba untuk tegar menghadapinya. Jalan hidup kita tak selalu sama, dia telah memilihnya, #hening.

Waktu hampir menunjukkan pukul 11.00 AM. Kucoba menghubungi kakakku Andi yang katanya ingin juga pergi kesana. Tak kusangka juga pengorbanan Kak Andi begitu besar, meski Ia sudah hampir sampai di perbatasan Anggana. Ia tetap bersedia kembali untuk menjemputku. Aku tak menyangka memiliki kakak angkat yang begitu baik, terimakasih Ya Allah ~~~

Tak cukup sampai disitu, ia pun tak pernah membiarkan rasa lapar hadir di tengah perjalanan kami. Meski aku sudah makan sebelumnya, tapi Ia memaksaku makan dan aku pun menuruti kemauannya. Senang rasanya pergi bersamanya, meski sedikit agak canggung karena kami jarang pergi bersama. Tapi dia termasuk orang yang protektif, dia menjagaku seperti adiknya sendiri.

Sesampainya aku di pelabuhan, tak kutemui temanku yang dari tadi mengirim sms padaku. Setelah sekian lama aku memperhatikan aktifitas di pelabuhan itu, kutemui kedua temanku itu sedang asik menaiki speed patroli. Rasa ingin bergabung pun mencuat dalam hatiku. Kubujuk Kak Andi untuk menaiki speed, dan ia pun langsung merespon. Berulang kali sepupu kakak angkatku menelpon temannya yang memiliki speed untuk mengajak kami berlimbur ke tengah sungai.

Jawaban tak kunjung tiba, sedikit sedih karena tak bisa mengikuti berlimbur di tengah sungai seperti kebanyakan orang disana. Sedikit sedih karena hanya bisa melihat keasyikan mereka berlimbur dari kejauhan. Tapi rasa sedihku kemudian hilang saat kudengar ada gadis yang terjatuh dari atas speed boat. Kucoba menjinjitkan kaki agar aku bisa melihat jelas ke arah gadis itu. Tapi apa daya, orang-orang terlalu tinggi dihadapanku. Akhirnya aku hanya bisa mendengar percakapan dari orang-orang didepanku. Tak seorang pun mengetahui kapan gadis itu terjatuh. Warga baru mengetahui saat melihat ada seorang gadis yang melambaikan tangannya di dalam air. Setelah di selidiki team SAR, ternyata benar ada seorang gadis yang terjatuh dari atas speed. Kemungkinan hal itu terjadi karena ia terpeleset saat berlimbur.

Tim SAR merapat mendekati gadis tersebut. Gadis itu berhasil di angkat ke dermaga saat rombongan Kesultanan datang. Spontan para rombongn itu pun juga turut mengerumuni gadis itu. Gadis itu belum sadar meski tim SAR telah bertindak sesuai dengan  keadaaan. Hatiku mulai cemas, ada rasa syukur dan ada rasa khawatir mengisi hatiku. Aku bersyukur karena aku tak jadi ikut naik speed, aku berpikir apabila aku yang terjatuh saat itu kemudian aku tak bisa berenang. Ya Allah, sujud syukurku untukmu.

Akhirnya turunlah salah satu pawang Erau dari pendopo. Pawang itu hilang ditengah-tengah kerumunan orang-orang. Akhirnya setelah kurang lebih lima belas menit, pawang itu merangkul gadis itu dan berjalan menjauhi dermaga. Dengan cepat pawang itu membawa gadis itu semakin jauh dan jauh dari dermaga. Aku sempat berpikir bahwa gadis itu akan menjadi tumbal pada saat penutupan Erau kali ini. Tapi syukurnya hal itu tak terjadi. :D

Para Warga Berebut Menariki Sisik Naga
Telah lama menanti akhinya kulihat naga yang di arak dari Tenggarong pun datang. Naga yang selama ini menjadi omongan warga Samarinda. Naga yang menjadi simbol penghuni sungai Mahakam. Naga yang juga di bincangkan suka meminta tumbal korban nyawa. Naga yang selama ini menjadi obrolan khas warga Samarinda dan sekitar Sungai Mahakam.

Terpikir olehku bahwa naga itu akan di bawa menaiki dermaga. Ternyata tidak, naga itu dibiarkan di tengah sungai. Orang-orang yang menaiki speed itu pun berebut menarik kain yang dijadikan sisik naga itu. Entah apa yang istimewa dari sisik naga itu. Banyak sekali yang berebut mengambilnya bahkan sampai rela terjun kedalam air.

Salah Satu Speed Terbalik
Setelah setengah jam kusaksikan pemandangan seperti itu, terlihat naga yang tadinya berwarna pun menjadi gundul karena sisiknya telah habis dikuliti. Naga yang tadinya indah berwarna keemasan kini telah menjadi putih. Tersenyum dalam hati ternyata aku bisa menikmati pemandangan asing ini. Kapal yang membawa naga tersebut pun lalu bersandar ke dermaga. Kakakku menarik tanganku sebagai isyarat untuk menjauhi dermaga. Aku pun menurutinya.

Tak hanya di tengah sungai orang-orang asyik berlimbur. Para penduduk sekitar dan pengunjung juga ikut berlimbur dengan cara mereka sendiri. Air berwarna-warni telah mereka kemas dalam plastik dan siap untuk di lemparkan. Awalnya aku tertawa karna tak terkena lemparan dari penduduk sekitar. Tapi setelah aku berjalan kurang lebih lima puluh meter dari dermaga, tiba-tiba kepalaku merasakan sesuatu. Satu kantong plastik air pun pecah di atas kepalaku dan segera mengalir ke ke bajuku. Alhasil tubuhku pun ikut basah karena hal itu. Tak bisa marah karena aku sadar itu merupakan bagian dari tradisi Erau.

Makam Sultan Aji Di Langgar
Kulangkahkan kakiku semakin menjauhi dermaga. Kakakku menyarankan aku berkunjung ke pemakaman Sultan Tertua di Kaltim. Aku pun menurutinya, menaiki tangga demi tangga dan akhirnya pun sampai di makam Sultan Aji Di Langgar. Banyak orang yang ikut berjiarah ke tempat itu, tak hanya membacakan doa tetapi mereka juga turut melantunkan permohonan di makam itu. Saat itu tak sengaja aku berjumpa dengan Mas David dan Mami Yovanda yang sejak tadi aku cari-cari. Sempat berbincang sebentar sebelum akhinya aku tertegun saat melihat Mami Yovanda mewawancarai juru kunci makam tersebut.

“Inikah yang harus dilakukan seorang wartawan ?”

Pertanyaan itu hadir dalam hatiku. Hati yang selama ini di penuhi hasrat ingin menjadi jurnalis. Ingin rasanya belajar dengannya tentang jurnalistik. Tapi sudahlah, ada hal lain yang membelokkan pikiranku saat itu. Aku pun bergegas pergi meninggalkannya. Berpamitan dengan Mas David dan Mami Yovanda lalu menjauh meninggalkan makam tersebut. 

Hari sudah semakin sore, dan aku belum sholat Ashar. Kami pulang dengan rasa lelah yang merasuk sampai ke tulang. Kak Andi ingin mengajakku sholat, tetapi aku mengingatkannya bahwa diri kita sedang kotor karena berlimbur tadi. Kak Andi pun mengiakannya, lalu kami melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan pun para warga sekitar tak ingin ketinggalan untuk menyiram pengguna jalan yang lewat dengan air. Tak perduli itu air parit atau pun air bersih. Kami sempat terlepas dari beberapa tempat penyimburan, tapi kami tak bisa lepas saat melewati perkampungan padat penduduk yang kebetulan saat itu sedang macet. Akhinya baju kami pun kembali basah dengan aroma yang kurang sedap.

Sampai di daerah Samarinda Kota, Kak Andi mengajakku untuk singgah ke Sabindo. Kami pun mengisi perut yang kosong sambil memulihkan tenaga. Beristirahat sejanak sambil bersandar dikursi plastik. Betapa senangnya aku menyaksikan sesuatu hal yang berbeda hari itu. Pesta adat yang setiap tahun di adakan oleh warga Kalimantan Timur. Meski sering di ledek oleh Kak Andi karena baru kali ini melihat Erau, tapi aku selalu bisa membalas ejekannya dengan hal lain. Yang penting aku bahagia kala itu, #senyumLebar.

Sampai dirumah dengan keadaan basah dan aku memutuskan untuk segera mandi. Membersihkan diri dan mengejar sholatku yang sempat ketinggalan. Seusai mandi barulah aku bercerita tentang pengalamanku mengikuti penutupan Erau dengan Ibuku. Sambil merebahkan kepalaku di pahanya dan memejamkan mataku. Kutenangkan pikiranku dan membiarkannya beristirahat malam itu karena telah lelah dengan aktifitas hari ini, #Alhamdulillah.