Selasa, 17 Juli 2012

Erau Pertamaku ~~~


Pagi lembab menyelimuti kota Samarinda pagi itu. Mencoba membuka mata dan menatap cahaya dari luar jendela. Kudengar kicau burung saling bersahutan dari luar. Kugerakkan badanku yang masih terasa enggan untuk baangkit dari tempat tidur. Ku aktifkan hapeku dan kudapatkan sebuah pesan dari temanku.

Mas David : “Nyun, jadi ikut penutupan Erau gak ???”

Baru sadar kalau pagi itu aku memiliki janji yang harus ditepati. Kuturuni tangga kamarku dan memandangi ibuku. Kulihat Beliau masih sedikit lemah terbaring diruang nonton bersama adikku. Rasa tak tega ingin pergi meinggalkan beliau saat itu. Tapi hasrat petualangku hampir memenuhi seluruh sendi-sendi tubuhku.

Kubiarkan Babe sibuk dengan kegiatannya sebelum bekerja. Kupandangi jam dinding yang hampir menunjukkan pukul 09.00 AM. Kulihat hapeku pun tak henti menerima sms balasan dari temanku, Mas David. Kucoba cek list semua kontak yang ada di hapeku lalu ku coba untuk mengirim pesan kepada temanku yang kuaanggap bisa menemaniku pergi kesana. Salah satunya adalah Dia.

Meski rasa ini nyaris pudar kepadanya, karena aku telah mengetahui apa yang sedang terjadi. Tapi terkadang hati ini tak ingin dia pergi jauh dariku. Tatapannya, senyumannya, tawanya, candanya, kurindu akan hal itu. Sikapnya yang seolah ingin menjadikan aku yang pertama dihidupnya belum bisa aku lupakan. Gerak-geriknya yang cekatan saat menemani aku berbuka puasa cukup menarik perhatianku.

Ya Allah, jauhkan aku dari perbuatan yang bisa menyakiti diriku sendiri dikemudian hari. Rasa ini memang ada untuknya, meski tak bisa aku menyatukannya. Pengakuannya kepadaku beberapa hari yang lalu cukup membuatku menitikkan air mata. Pengakuan yang tak terduga sebelumnya di pikiranku. Meski sakit, tapi aku coba untuk tegar menghadapinya. Jalan hidup kita tak selalu sama, dia telah memilihnya, #hening.

Waktu hampir menunjukkan pukul 11.00 AM. Kucoba menghubungi kakakku Andi yang katanya ingin juga pergi kesana. Tak kusangka juga pengorbanan Kak Andi begitu besar, meski Ia sudah hampir sampai di perbatasan Anggana. Ia tetap bersedia kembali untuk menjemputku. Aku tak menyangka memiliki kakak angkat yang begitu baik, terimakasih Ya Allah ~~~

Tak cukup sampai disitu, ia pun tak pernah membiarkan rasa lapar hadir di tengah perjalanan kami. Meski aku sudah makan sebelumnya, tapi Ia memaksaku makan dan aku pun menuruti kemauannya. Senang rasanya pergi bersamanya, meski sedikit agak canggung karena kami jarang pergi bersama. Tapi dia termasuk orang yang protektif, dia menjagaku seperti adiknya sendiri.

Sesampainya aku di pelabuhan, tak kutemui temanku yang dari tadi mengirim sms padaku. Setelah sekian lama aku memperhatikan aktifitas di pelabuhan itu, kutemui kedua temanku itu sedang asik menaiki speed patroli. Rasa ingin bergabung pun mencuat dalam hatiku. Kubujuk Kak Andi untuk menaiki speed, dan ia pun langsung merespon. Berulang kali sepupu kakak angkatku menelpon temannya yang memiliki speed untuk mengajak kami berlimbur ke tengah sungai.

Jawaban tak kunjung tiba, sedikit sedih karena tak bisa mengikuti berlimbur di tengah sungai seperti kebanyakan orang disana. Sedikit sedih karena hanya bisa melihat keasyikan mereka berlimbur dari kejauhan. Tapi rasa sedihku kemudian hilang saat kudengar ada gadis yang terjatuh dari atas speed boat. Kucoba menjinjitkan kaki agar aku bisa melihat jelas ke arah gadis itu. Tapi apa daya, orang-orang terlalu tinggi dihadapanku. Akhirnya aku hanya bisa mendengar percakapan dari orang-orang didepanku. Tak seorang pun mengetahui kapan gadis itu terjatuh. Warga baru mengetahui saat melihat ada seorang gadis yang melambaikan tangannya di dalam air. Setelah di selidiki team SAR, ternyata benar ada seorang gadis yang terjatuh dari atas speed. Kemungkinan hal itu terjadi karena ia terpeleset saat berlimbur.

Tim SAR merapat mendekati gadis tersebut. Gadis itu berhasil di angkat ke dermaga saat rombongan Kesultanan datang. Spontan para rombongn itu pun juga turut mengerumuni gadis itu. Gadis itu belum sadar meski tim SAR telah bertindak sesuai dengan  keadaaan. Hatiku mulai cemas, ada rasa syukur dan ada rasa khawatir mengisi hatiku. Aku bersyukur karena aku tak jadi ikut naik speed, aku berpikir apabila aku yang terjatuh saat itu kemudian aku tak bisa berenang. Ya Allah, sujud syukurku untukmu.

Akhirnya turunlah salah satu pawang Erau dari pendopo. Pawang itu hilang ditengah-tengah kerumunan orang-orang. Akhirnya setelah kurang lebih lima belas menit, pawang itu merangkul gadis itu dan berjalan menjauhi dermaga. Dengan cepat pawang itu membawa gadis itu semakin jauh dan jauh dari dermaga. Aku sempat berpikir bahwa gadis itu akan menjadi tumbal pada saat penutupan Erau kali ini. Tapi syukurnya hal itu tak terjadi. :D

Para Warga Berebut Menariki Sisik Naga
Telah lama menanti akhinya kulihat naga yang di arak dari Tenggarong pun datang. Naga yang selama ini menjadi omongan warga Samarinda. Naga yang menjadi simbol penghuni sungai Mahakam. Naga yang juga di bincangkan suka meminta tumbal korban nyawa. Naga yang selama ini menjadi obrolan khas warga Samarinda dan sekitar Sungai Mahakam.

Terpikir olehku bahwa naga itu akan di bawa menaiki dermaga. Ternyata tidak, naga itu dibiarkan di tengah sungai. Orang-orang yang menaiki speed itu pun berebut menarik kain yang dijadikan sisik naga itu. Entah apa yang istimewa dari sisik naga itu. Banyak sekali yang berebut mengambilnya bahkan sampai rela terjun kedalam air.

Salah Satu Speed Terbalik
Setelah setengah jam kusaksikan pemandangan seperti itu, terlihat naga yang tadinya berwarna pun menjadi gundul karena sisiknya telah habis dikuliti. Naga yang tadinya indah berwarna keemasan kini telah menjadi putih. Tersenyum dalam hati ternyata aku bisa menikmati pemandangan asing ini. Kapal yang membawa naga tersebut pun lalu bersandar ke dermaga. Kakakku menarik tanganku sebagai isyarat untuk menjauhi dermaga. Aku pun menurutinya.

Tak hanya di tengah sungai orang-orang asyik berlimbur. Para penduduk sekitar dan pengunjung juga ikut berlimbur dengan cara mereka sendiri. Air berwarna-warni telah mereka kemas dalam plastik dan siap untuk di lemparkan. Awalnya aku tertawa karna tak terkena lemparan dari penduduk sekitar. Tapi setelah aku berjalan kurang lebih lima puluh meter dari dermaga, tiba-tiba kepalaku merasakan sesuatu. Satu kantong plastik air pun pecah di atas kepalaku dan segera mengalir ke ke bajuku. Alhasil tubuhku pun ikut basah karena hal itu. Tak bisa marah karena aku sadar itu merupakan bagian dari tradisi Erau.

Makam Sultan Aji Di Langgar
Kulangkahkan kakiku semakin menjauhi dermaga. Kakakku menyarankan aku berkunjung ke pemakaman Sultan Tertua di Kaltim. Aku pun menurutinya, menaiki tangga demi tangga dan akhirnya pun sampai di makam Sultan Aji Di Langgar. Banyak orang yang ikut berjiarah ke tempat itu, tak hanya membacakan doa tetapi mereka juga turut melantunkan permohonan di makam itu. Saat itu tak sengaja aku berjumpa dengan Mas David dan Mami Yovanda yang sejak tadi aku cari-cari. Sempat berbincang sebentar sebelum akhinya aku tertegun saat melihat Mami Yovanda mewawancarai juru kunci makam tersebut.

“Inikah yang harus dilakukan seorang wartawan ?”

Pertanyaan itu hadir dalam hatiku. Hati yang selama ini di penuhi hasrat ingin menjadi jurnalis. Ingin rasanya belajar dengannya tentang jurnalistik. Tapi sudahlah, ada hal lain yang membelokkan pikiranku saat itu. Aku pun bergegas pergi meninggalkannya. Berpamitan dengan Mas David dan Mami Yovanda lalu menjauh meninggalkan makam tersebut. 

Hari sudah semakin sore, dan aku belum sholat Ashar. Kami pulang dengan rasa lelah yang merasuk sampai ke tulang. Kak Andi ingin mengajakku sholat, tetapi aku mengingatkannya bahwa diri kita sedang kotor karena berlimbur tadi. Kak Andi pun mengiakannya, lalu kami melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan pun para warga sekitar tak ingin ketinggalan untuk menyiram pengguna jalan yang lewat dengan air. Tak perduli itu air parit atau pun air bersih. Kami sempat terlepas dari beberapa tempat penyimburan, tapi kami tak bisa lepas saat melewati perkampungan padat penduduk yang kebetulan saat itu sedang macet. Akhinya baju kami pun kembali basah dengan aroma yang kurang sedap.

Sampai di daerah Samarinda Kota, Kak Andi mengajakku untuk singgah ke Sabindo. Kami pun mengisi perut yang kosong sambil memulihkan tenaga. Beristirahat sejanak sambil bersandar dikursi plastik. Betapa senangnya aku menyaksikan sesuatu hal yang berbeda hari itu. Pesta adat yang setiap tahun di adakan oleh warga Kalimantan Timur. Meski sering di ledek oleh Kak Andi karena baru kali ini melihat Erau, tapi aku selalu bisa membalas ejekannya dengan hal lain. Yang penting aku bahagia kala itu, #senyumLebar.

Sampai dirumah dengan keadaan basah dan aku memutuskan untuk segera mandi. Membersihkan diri dan mengejar sholatku yang sempat ketinggalan. Seusai mandi barulah aku bercerita tentang pengalamanku mengikuti penutupan Erau dengan Ibuku. Sambil merebahkan kepalaku di pahanya dan memejamkan mataku. Kutenangkan pikiranku dan membiarkannya beristirahat malam itu karena telah lelah dengan aktifitas hari ini, #Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar kalian jika memang kalian ingin berkomentar. Asalkan komentar kalian tidak menggunakan kata-kata negatif ^_^