Pagi lembab menyelimuti kota
Samarinda pagi itu. Mencoba membuka mata dan menatap cahaya dari luar jendela.
Kudengar kicau burung saling bersahutan dari luar. Kugerakkan badanku yang
masih terasa enggan untuk baangkit dari tempat tidur. Ku aktifkan hapeku dan
kudapatkan sebuah pesan dari temanku.
Mas David : “Nyun, jadi ikut penutupan Erau gak ???”
Baru sadar kalau pagi itu aku
memiliki janji yang harus ditepati. Kuturuni tangga kamarku dan memandangi
ibuku. Kulihat Beliau masih sedikit lemah terbaring diruang nonton bersama
adikku. Rasa tak tega ingin pergi meinggalkan beliau saat itu. Tapi hasrat
petualangku hampir memenuhi seluruh sendi-sendi tubuhku.
Kubiarkan Babe sibuk dengan
kegiatannya sebelum bekerja. Kupandangi jam dinding yang hampir menunjukkan
pukul 09.00 AM. Kulihat hapeku pun tak henti menerima sms balasan dari temanku,
Mas David. Kucoba cek list semua kontak yang ada di hapeku lalu ku coba untuk
mengirim pesan kepada temanku yang kuaanggap bisa menemaniku pergi kesana.
Salah satunya adalah Dia.
Meski rasa ini nyaris pudar
kepadanya, karena aku telah mengetahui apa yang sedang terjadi. Tapi terkadang
hati ini tak ingin dia pergi jauh dariku. Tatapannya, senyumannya, tawanya,
candanya, kurindu akan hal itu. Sikapnya yang seolah ingin menjadikan aku yang
pertama dihidupnya belum bisa aku lupakan. Gerak-geriknya yang cekatan saat
menemani aku berbuka puasa cukup menarik perhatianku.
Ya Allah, jauhkan aku dari perbuatan
yang bisa menyakiti diriku sendiri dikemudian hari. Rasa ini memang ada untuknya,
meski tak bisa aku menyatukannya. Pengakuannya kepadaku beberapa hari yang lalu
cukup membuatku menitikkan air mata. Pengakuan yang tak terduga sebelumnya di
pikiranku. Meski sakit, tapi aku coba untuk tegar menghadapinya. Jalan hidup
kita tak selalu sama, dia telah memilihnya, #hening.
Waktu hampir menunjukkan pukul
11.00 AM. Kucoba menghubungi kakakku Andi yang katanya ingin juga pergi kesana.
Tak kusangka juga pengorbanan Kak Andi begitu besar, meski Ia sudah hampir
sampai di perbatasan Anggana. Ia tetap bersedia kembali untuk menjemputku. Aku
tak menyangka memiliki kakak angkat yang begitu baik, terimakasih Ya Allah ~~~
Tak cukup sampai disitu, ia pun
tak pernah membiarkan rasa lapar hadir di tengah perjalanan kami. Meski aku
sudah makan sebelumnya, tapi Ia memaksaku makan dan aku pun menuruti
kemauannya. Senang rasanya pergi bersamanya, meski sedikit agak canggung karena
kami jarang pergi bersama. Tapi dia termasuk orang yang protektif, dia
menjagaku seperti adiknya sendiri.
Sesampainya aku di pelabuhan, tak
kutemui temanku yang dari tadi mengirim sms padaku. Setelah sekian lama aku
memperhatikan aktifitas di pelabuhan itu, kutemui kedua temanku itu sedang asik
menaiki speed patroli. Rasa ingin bergabung pun mencuat dalam hatiku. Kubujuk Kak
Andi untuk menaiki speed, dan ia pun langsung merespon. Berulang kali sepupu
kakak angkatku menelpon temannya yang memiliki speed untuk mengajak kami
berlimbur ke tengah sungai.
Jawaban tak kunjung tiba, sedikit
sedih karena tak bisa mengikuti berlimbur di tengah sungai seperti kebanyakan
orang disana. Sedikit sedih karena hanya bisa melihat keasyikan mereka berlimbur
dari kejauhan. Tapi rasa sedihku kemudian hilang saat kudengar ada gadis yang
terjatuh dari atas speed boat. Kucoba menjinjitkan kaki agar aku bisa melihat
jelas ke arah gadis itu. Tapi apa daya, orang-orang terlalu tinggi dihadapanku.
Akhirnya aku hanya bisa mendengar percakapan dari orang-orang didepanku. Tak seorang pun mengetahui kapan gadis itu terjatuh. Warga baru mengetahui
saat melihat ada seorang gadis yang melambaikan tangannya di dalam air. Setelah di
selidiki team SAR, ternyata benar ada seorang gadis yang terjatuh dari atas
speed. Kemungkinan hal itu terjadi karena ia terpeleset saat berlimbur.
Tim SAR merapat mendekati gadis
tersebut. Gadis itu berhasil di angkat ke dermaga saat rombongan Kesultanan
datang. Spontan para rombongn itu pun juga turut mengerumuni gadis itu. Gadis
itu belum sadar meski tim SAR telah bertindak sesuai dengan keadaaan. Hatiku mulai cemas, ada rasa syukur
dan ada rasa khawatir mengisi hatiku. Aku bersyukur karena aku tak jadi ikut naik
speed, aku berpikir apabila aku yang terjatuh saat itu kemudian aku tak bisa
berenang. Ya Allah, sujud syukurku untukmu.
Akhirnya turunlah salah satu
pawang Erau dari pendopo. Pawang itu hilang ditengah-tengah kerumunan
orang-orang. Akhirnya setelah kurang lebih lima belas menit, pawang itu
merangkul gadis itu dan berjalan menjauhi dermaga. Dengan cepat pawang itu
membawa gadis itu semakin jauh dan jauh dari dermaga. Aku sempat berpikir bahwa
gadis itu akan menjadi tumbal pada saat penutupan Erau kali ini. Tapi syukurnya
hal itu tak terjadi. :D
Para Warga Berebut Menariki Sisik Naga |
Telah lama menanti akhinya
kulihat naga yang di arak dari Tenggarong pun datang. Naga yang selama ini menjadi
omongan warga Samarinda. Naga yang menjadi simbol penghuni sungai Mahakam. Naga
yang juga di bincangkan suka meminta tumbal korban nyawa. Naga yang selama ini
menjadi obrolan khas warga Samarinda dan sekitar Sungai Mahakam.
Terpikir olehku bahwa naga itu
akan di bawa menaiki dermaga. Ternyata tidak, naga itu dibiarkan di tengah
sungai. Orang-orang yang menaiki speed itu pun berebut menarik kain yang
dijadikan sisik naga itu. Entah apa yang istimewa dari sisik naga itu. Banyak
sekali yang berebut mengambilnya bahkan sampai rela terjun kedalam air.
Salah Satu Speed Terbalik |
Setelah setengah jam kusaksikan
pemandangan seperti itu, terlihat naga yang tadinya berwarna pun menjadi gundul
karena sisiknya telah habis dikuliti. Naga yang tadinya indah berwarna keemasan
kini telah menjadi putih. Tersenyum dalam hati ternyata aku bisa menikmati
pemandangan asing ini. Kapal yang membawa naga tersebut pun lalu bersandar ke
dermaga. Kakakku menarik tanganku sebagai isyarat untuk menjauhi dermaga. Aku
pun menurutinya.
Tak hanya di tengah sungai orang-orang asyik berlimbur. Para
penduduk sekitar dan pengunjung juga ikut berlimbur dengan cara mereka sendiri. Air
berwarna-warni telah mereka kemas dalam plastik dan siap untuk di lemparkan.
Awalnya aku tertawa karna tak terkena lemparan dari penduduk sekitar. Tapi
setelah aku berjalan kurang lebih lima puluh meter dari dermaga, tiba-tiba
kepalaku merasakan sesuatu. Satu kantong plastik air pun pecah di atas kepalaku
dan segera mengalir ke ke bajuku. Alhasil tubuhku pun ikut basah karena hal
itu. Tak bisa marah karena aku sadar itu merupakan bagian dari tradisi Erau.
Makam Sultan Aji Di Langgar |
Kulangkahkan kakiku semakin
menjauhi dermaga. Kakakku menyarankan aku berkunjung ke pemakaman Sultan Tertua
di Kaltim. Aku pun menurutinya, menaiki tangga demi tangga dan akhirnya pun
sampai di makam Sultan Aji Di Langgar. Banyak orang yang ikut berjiarah ke
tempat itu, tak hanya membacakan doa tetapi mereka juga turut melantunkan
permohonan di makam itu. Saat itu tak sengaja aku berjumpa dengan Mas David dan Mami Yovanda yang sejak tadi aku cari-cari. Sempat berbincang sebentar sebelum
akhinya aku tertegun saat melihat Mami Yovanda mewawancarai juru kunci makam
tersebut.
“Inikah yang harus dilakukan seorang wartawan ?”
Pertanyaan itu hadir dalam
hatiku. Hati yang selama ini di penuhi hasrat ingin menjadi jurnalis. Ingin
rasanya belajar dengannya tentang jurnalistik. Tapi sudahlah, ada hal lain yang
membelokkan pikiranku saat itu. Aku pun bergegas pergi meninggalkannya.
Berpamitan dengan Mas David dan Mami Yovanda lalu menjauh meninggalkan makam
tersebut.
Hari sudah semakin sore, dan aku
belum sholat Ashar. Kami pulang dengan rasa lelah yang merasuk sampai ke
tulang. Kak Andi ingin mengajakku sholat, tetapi aku mengingatkannya bahwa diri
kita sedang kotor karena berlimbur tadi. Kak Andi pun mengiakannya, lalu kami
melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan pun para warga sekitar tak ingin
ketinggalan untuk menyiram pengguna jalan yang lewat dengan air. Tak perduli
itu air parit atau pun air bersih. Kami sempat terlepas dari beberapa tempat
penyimburan, tapi kami tak bisa lepas saat melewati perkampungan padat penduduk
yang kebetulan saat itu sedang macet. Akhinya baju kami pun kembali basah
dengan aroma yang kurang sedap.
Sampai di daerah Samarinda Kota, Kak
Andi mengajakku untuk singgah ke Sabindo. Kami pun mengisi perut yang kosong
sambil memulihkan tenaga. Beristirahat sejanak sambil bersandar dikursi
plastik. Betapa senangnya aku menyaksikan sesuatu hal yang berbeda hari itu.
Pesta adat yang setiap tahun di adakan oleh warga Kalimantan Timur. Meski
sering di ledek oleh Kak Andi karena baru kali ini melihat Erau, tapi aku
selalu bisa membalas ejekannya dengan hal lain. Yang penting aku bahagia kala
itu, #senyumLebar.
Sampai dirumah dengan keadaan
basah dan aku memutuskan untuk segera mandi. Membersihkan diri dan mengejar
sholatku yang sempat ketinggalan. Seusai mandi barulah aku bercerita tentang
pengalamanku mengikuti penutupan Erau dengan Ibuku. Sambil merebahkan kepalaku
di pahanya dan memejamkan mataku. Kutenangkan pikiranku dan membiarkannya
beristirahat malam itu karena telah lelah dengan aktifitas hari ini,
#Alhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar kalian jika memang kalian ingin berkomentar. Asalkan komentar kalian tidak menggunakan kata-kata negatif ^_^