Hadirnya
Rubby ^_^
Setelah beberapa
bulan, kulalui hari demi hari selanjutnya dengan biasa. Entah apa yang
membuatku bisa setegar ini, sungguh hal yang tak biasa aku rasakan. Tidak ada
pesan masuk ataupun telpon dari Chandra setelah kepergiannya. Entah karena
mungkin aku merasa perpisahan itu hanyalah sementara. Aku berkumpul ditengah anggota
LD yang sedang asyik menonton acara televisi. Kugoda Enggar yang sedang asik
bermesraan dengan Cindy. Kupandangi Rubby yang sedang menjauhkan diri dari
teman-teman untuk membaca Al-qur’an. Tatapanku sempat terhenti lama padanya,
sosok yang taat beribadah dan pendiam tetapi paling aktif. Terkadang aku salut
padanya, seorang remaja kaya yang tak pernah sedikitpun menonjolkan
kakayaannya. Ia tak pernah memilih-milih orang dalam berteman, apalagi sombong.
Aku berjalan
mendekatinya yang sedang asik membaca kitab suci. Kudengarkan suaranya yang
merdu serta fasih membaca Al-qur’an. Entah kenapa aku menjadi sangat tenang
saat berada disampingnya. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya mampu membuat
batinku menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Hingga akhirnya ia selesai
mengaji, ia melempar senyum padaku. Kubalas senyum manis itu dengan senyuman
puas karena ia telah menenangkanku dengan ayat-ayat tersebut.
Rubby yang banyak
dikenal oleh orang-orang, adalah sesosok remaja yang shaleh. Remaja yang
dibesarkan oleh keluarga besar yang sangat menyanyanginya. Itu yang membuat ia
menjadi seorang remaja yang dengan mudah menyanyangi sesuatu yang ada
disekitanya dengan setulus hati. Tatapannya yang menenangkan siapa saja yang
dipandangnya. Seakan dia mempunyai kekuatan agar setiap orang tunduk padanya.
Tapi itulah dia, kekuatan atau kelebihan apapun yang ada pada dirinya membuat
banyak gadis tertarik padanya meski ia tidak dengan mudah menjalin hubungan.
Saat itu kulihat
Rubby sedang bingung di ruang tamu basecamp LD. Kulontarkan pertanyaanku tentang
apa yang sedang terjadi.
Kenapa
kamu Bie ??? tegurku, lalu ia menjawab. “Bingung yun, mamahku hari ini ulang
tahun, tapi aku bingung mau kasih kado apa ?”
Aku tersenyum dan
kemudian menarik tangannya keruang tamu. Ayo kita ke toko kado trus cari kue ??
Kamu serius nyun mau nemenin aku ???“tanyanya kurang yakin. Lantas aku pun
mengangguk pertanda setuju.
Ia merangkulku
keluar dan membukakan pintu mobil yang sudah terparkir disamping rumah. Aku
merasa seperti nyonya besar yang memiliki suami tampan, kaya dan baik hati.
Tangannya mengarah ke tumpukan kaset-kaset kemudian memasukkannya kedalam tape.
Sempat terpikir bahwa selera lagu-lagu kita sama. Ternyata tidak, tatapan lain
kala itu yang ia lemparkan kepadaku.
Ini
lagu-lagu untukmu yun, sengaja aku buat untuk menemaniku saat aku kamu tak
berkumpul bersama di basecamp. Lagu yang aku buat kalau aku kangen dengan
senyum dan tawamu yang lantang. Kangen dengan suaramu yang cempreng ~~~
Aku sempat
tertegun mendengarnya. Aku tersenyum dan menatapnya dengan senyum terindah yang
aku miliki. Sesampainya di sebuah mall, kami langsung menuju toko arloji.
Tangan Rubby sempat beberapa kali menggenggam tanganku, aku pun meledeknya
dengan perkataan “kita sahabat loh Bie,
jangan sampe jadi pacar” #ups~~
Rubby tak henti
juga meledekku, dan berkata kalau aku tertalu gede rasa terhadapnya. Ia
merangkulku laksana seorang sahabat yang sudah tumbuh sejak kecil. Orang-orang
disekitar kami tampak memandang aneh dengan tingkah kami yang konyol. Kadanga
ia merangkulku, kadanng mencubit pipiku, kadang dengan sengaja menginjak tali
sepatuku. Aku tertawa lepas dengan kejadian itu.
Sampai di depan
toko arloji kuperhatikan dia sedang mengatur napasnya yang terengah karena
daritadi tertawa. Aku pun juga ikut menuruti gayanya yang lucu, sambil
menatapnya kemudian kami tertawa lagi. Sangat bahagia rasanya punya sahabat
tertawa terus. Memasuki toko itu, sengaja ia meninggalkan pintu yang terbuka
setengah untukku dan kemudian aku terjepit di pintu itu. Akan tetapi bukannya
aku mengerang kesakitan atau marah, aku lantas tertawa terbahak-bahak sambil
menjewer telinganya. Sehingga membuat pelayan toko itu pun ikut tertawa meski
sedikit ia sembunyikan.
Cukup susah
memilih sebuah jam tangan apalagi pada saat memebeli tidak bersama orang yang
ingin memakainya. Aku berusaha membantu memilih jam tangan yang tepat untuk
mamah Rubby. Terlalu banyak pilihan yang membuat kami cukup bingung jam tangan
mana yang cocok. Hingga akhirnya, pilihan jatuh pada jam tangan berwarna putih
dengan taburan kristal di sekitar bundarannya. Kami sepakat untuk memilih jam
tangan itu karena kami merasa bahwa jam tangan itu yang paling bagus di antara
yang lainnya. Setelah jam tangan itu dimasukkan kedalam kotak hati berwarna
merah maron, kami pergi meninggalkan toko arloji itu menuju toko kue.
Tak cukup sulit
untuk memilih kue tart dibanding memilih jam tangan tadi. Pilihan pun dengan
mudah jatuh pada blackforrest dengan taburan almound di atasnya. Segera kami
bergegas meninggalkan mall itu karena tak sadar hari sudah semakin sore. Senang
rasanya melihat Rubby yang tadi sempat bimbang, saat ini sudah bisa tersenyum
bahkan tertawa. Ia mengucapkan rasa terima kasih saat mobil yang kami naiki
sampai di garasi basecamp. Ia menarik tanganku dan mendekatkan bibirnya
ketelingaku. Membisikkan sebuah kata “terimakasih”. Aku pun segera melepaskan
pegangan tangan itu dengan sedikit ledekan bahwa Rubby ganjen :p.
Kurebahkan badanku
yang lelah di atas sofa panjang yang berada di basecamp. Ia menghampiriku sambil
memijat pundakku kemudian menyuruhku untuk segera mandi dan berdandan. Aku
terkejut, bukankah yang ingin pergi ke acara ulang tahun mamahnya adalah dia,
bukan aku. Tapi ia hanya tersenyum lembut kearahku, dan aku pun melakukan apa
yang diperintahkan.
Sekitar pukul
tujuh malam aku dan dia pergi kerumahnya. Kulihat rumahnya yang megah terlihat
sepi dan tak ada tanda-tanda adanya pesta. Setelah aku masuk kedalam rumahnya
pun, tak kulihat adanya seseorang yang hendak merayakan hari spesial orang tua
tersebut. Rubby menarikku kemudian merangkulku dengan erat, mamahnya
menghampiriku dan menyapaku dengan sangat ramah. Aku mencium tangannya kemudian
di mencium pipiku. Aku tak tahu scenario apa yang telah disiapkan oleh Rubby.
Yang kutahu saat itu, semua mata saudara Rubby menatap tajam padaku. Aku hanya
bisa tersenyum sambil member salam dan menatap mereka satu persatu.
Mamah Vera
bertanya kepadaku, “kenapa baru sekarang
main kerumah” ??? dengan sedikit
bingung dan gugup aku menjawab, “baru di
ajak Rubby sekarang tante”
Mamah Vera
menegurku, sudahlaaah jangan panggil tante. Kamu kan calon menantu mamah, aku
terkejut dan amat sangat terkejut. Sepertinya saat itu bukanlah hendak
merayakan ulang tahun seseorang, tetapi malam perjodohan. #mengerikan ~~
Aku disangka pacar
Rubby, antara ingin tapi tak ingin. Mengingat komitmen kita untuk tetap menjadi
sahabat. Setelah lama berbincang-bincang semua di kejutkan dengan rebahnya
Rubby kelantai. Suasana menjadi hening, gemuruh orang-orang bercerita pun
terhenti seketika. Semua panik, tunggang langgang menyadarkan Rubby dari
pingsannya. Aku terkejut, dadaku sakit melihat Rubby tergeletak lemas seperti
itu. Para saudaranya membopongnya ke kamar. Kamar yang sangat gelap, entah
kenapa ia tak menyalakan lampu kamar ini. Tak ada yang menghiraukan Mamah Vera
kala itu, karena semua sibuk dengan keadaan Rubby. Air mata mamah Vera mungkin
mengalir dengan sedikit terisak. Setelah tubuh Rubby direbahkan ke tempat
tidur. Salah seorang anggota keluarga Rubby menyalakan Lampu sambil membawa kue
ulang tahun memasuki ruangan. Dengan spontan Rubby bangkit dari tempat tidur
dan mengambil kue yang sudah kami beli tadi. Tangan Rubby melingkar di leher
mamahnya, sambil menyanyikan lagu ulang tahun. Sungguh kejutan yang amat sangat
menegangkan. Mamah Vera menangis karena terharu. Ia meniup lilin dan kemudian
mencium kami semua. Tak ada yang menyangka, tujuh buah kue dari anak-anaknya
dan anggota LD pun berada ditengah-tengah kami.
Mamah Vera dengan
tangannya yang cekatan memoleskan mentega kue kewajah setiap orang yang ada
dikamar itu, termasuk ke wajahku dan Rubby. Dengan sedikit mengelak Rubby
memelukku dan berusaha melindungi aku dari colekan kue yang dilakukan
orang-orang saat itu. Pelukan Rubby, tangan besarnya mendekap erat tubuhku.
Dapat kurasakan bahwa pelukan itu bukanlah pelukan sembarangan. Tatapannya dan
tawanya yang memberi isyarat agar menghentikan colekan itu pun terlihat dengan
jelas. Tetapi tak ada satupun yang mendengarkannya. Hingga akhirnya aku dan
Rubby terjatuh di atas sebuah sofa dengan bibir Rubby berada tepat di pipiku.
Aku syok dan terdiam merasakan hal itu terjadi padaku. Suasana kembali hening
untuk kesekian kalinya, mereka semua terdiam sambil memandang kami. Ruangan
kembali bergemuruh saat Batak menyimburkan tepung ke arahku dan Rubby. Mereka
sontak meledek kami yang terlihat mesra di hadapan mereka. Pakaian kotor tak
bisa terelakkan, kulihat diriku semakin kotor dengan siraman tepung yang
dilakukan Batak.
Terkhianatinya
Sebuah Komitmen ~~~
Waktu semakin
berlalu, kami selalu bersama kemanapun kami pergi. Sudah seperti layaknya
seorang saudara kandung yang sangat akur. Bahkan mengalahkan keakuran aku dan
adikku dirumah. Putih abu-abu kini sudah sama-sama kami lepas. Pertanda kami
telah melalui fase remaja. Dan hingga saat ini, rasa itu pun masih terkepung
dengan kesepakatan yang sempat terjadi. Saat aku menatap dalam matanya,
tatapannya masih sama seperti yang selama ini kulihat. Tatapan menenangkan
bagiku.
Selulusnya dari
bangku SMA ia sempat mengajakku untuk
kuliah di fakultas yang sama. Aku memang hendak melanjutkan kuliah, akan tetapi
karena aku berniat untuk kuliah sambil bekerja, maka aku menolak tawarannya. Ia
mengajakku untuk mengikut kelas regular, sedangkan aku tahu bahwa jam kerja di
sebuah perusahaan akan berlangsung di pagi hari. Akhirnya kami pun kembali
terpisah untuk kesekian kalinya … ckckckckkc
Rubby resmi
menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi tahung angkatan 2009. Sedangkan aku pun
resmi menjadi seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta. Aku menjalani hari
pertamaku sebagai karyawan dan ia pun sama sesuai dengan kesibukannya. Meski
kami sempat beberapa minggu tak bertemu karena kami sering kelelahan seusai jam
rutinitas kami berlangsung. Tapi hal ini tak mengurangi rasa yang telah
berkembang di hati kita. Awal pertemuan kami semenjak lulus SMA sangatlah
hangat. Dengan segudang cerita-cerita tentang rutinitas baru yang kami lalui.
Tempat belajar baru, teman baru, suasana baru. Semua serba baru, kecuali nama
yang telah tertulis dihati kami masing-masing. Masih tetap sama hingga saat
ini.
Beberapa tahun
yang kami lalui sangatlah manis. Sehingga kami sempat tak memikirkan untuk
mencari pacar. Meski banyak yang berusaha
mendekati aku ataupun mendekati Rubby, tapi hal itu terlewat begitu
saja. Mungkin karena aku dan dia memang diciptakan untuk bersama, sehingga
kehadiran orang ketiga disekitar kami tak terlalu berpengaruh.
Suatu malam ia
mengajakku pergi nonton ke bioskop. Ia menjemputku dengan mobil kesayangannya,
CRV. Suasana didalam mobil saat itu berbeda, kami hanya berdiam tanpa sepatah
katapun yang terucap dari bibir kita. Sesekali kami saling bertatapan tetapi
kami hanya melempar senyum. Hingga ia membukakan mobil seperti biasanya yang ia
lakukan. Ia langsung menangkap tubuhku. Rubby merangkulku dengan sangat erat.
Pegangan tangannya di bahuku terasa sangat hangat. Terlebih lagi jarak bibirnya
yang tak terlalu jauh dari dahiku.
Ia tetap
merangkulku hingga kami memasuki gedung
bioskop. Ia mempersilahkan aku duduk dan kemudian ia memegang erat tanganku.
Entah apa yang di rasakan Rubby saat itu. Aku merasa ia sangatlah berbeda dari
malam-malam sebelumnya. Seakan ia tak menginginkan aku terlepas darinya, bahkan
hanya satu menit. Saat film yang kami tonton mulai, tak ada sedikitpun rasa
longgar dari genggaman tangan Rubby. Bahkan ia semakin erat menggenggamnya.
Sambil merabahkan kepalaku di bahunya. Ya Tuhaaaaan, sungguh ingin aku
melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius. Dan aku merasakan hal ini
sama seperti yang Rubby rasakan.
Sampai film telah
berakhir, lampu bioskop pun telah kembali memancarkan sinarnya. Ia belum
mengajakku pergi keluar. Hingga saat aku ingin berdiri, dia menarikku untuk
kembali duduk disampingnya. Ia mengucapkan sepenggal kalimat yang saat ini
masih jelas ada diingatanku, bahkan kalimat itu seakan baru kemarin ia ucapkan.
“Aku
berharap hubungan kita bisa lebih dari seorang sahabat”
Aku menitikkan air
mata haruku di hadapannya. Apa yang kami rasakan sama. Keinginan dan harapan
kita pun sama. Ia pergi meninggalkanku sendiri di kursi bioskop itu. Ia pergi
keluar tanpa sekali pun menoleh kebelakang. Aku mengejarnya dengan cepat karena
tak mau ketinggalam. Hingga aku
menemukannya terdiam di sudut pintu keluar gedung. Aku mendekatkan diri
padanya, kupegang tangannya dan mencoba mengarahkan tubuhnya dan
menghadapkannya padaku.
“Bie,
aku juga sayang sama kamu. Tapi aku takut untuk mengatakannya, aku takut rasa
ini hanya aku yang rasa.” Ucapku dengan lemah.
Hingga ia menjawab dan membuat aku tertegun.
Ayo kita mulai
yun, ayo kita coba jalani dengan keseriusan hati. Aku untukmu, dan kamu
untukku.
Aku tersnyum
mendengar ucapannya, entah aku harus melakukan apa. Kami pun resmi menjadi
sepasang kekasih. Hariku-hari yang kami lalui semakin berwarna, terlebih saat
Mamah Vera mengetahui kalau aku benar-benar menjalin hubungan dengan Rubby.
Restu dari kedua orang tua sudah kami genggam jauh sebelum kami meresmikan
hubungan ini. hampir setiap hari ia mengajakku untuk kerumahnya, begitupun
Rubby yang sering berkunjung kerumahku.
Orang tua kami
sempat beberapa kali bertemu, sampai akhirnya tawaran Mamah Vera datang padaku
untuk bertunangan dengan Rubby. Orang tuaku dengan senyumnya yang khas
berbahagia menyambut tawaran Mamah Vera. Mamah Vera menyarankan Rubby untuk
segera mencari cincin yang pas untuk jari manisku. Senang rasanya saat kedua
orang tua kami bisa akrab seperti ini. Meski belum menentukan kapan waktu yang
akan dijadikan hari pertunangan kami. Suasana seperti ini sudah cukup membuatku
merasakan bahwa aku telah lebih dalam memasuki keluarga Rubby.
Keluarga baruku,
Mamah Vera dan Papah Rudi. Kedua orang tua yang terlihat sangat menyayangiku.
Perlakuannya padaku dan pada anak-anak kandungnya pun tak ada bedanya. Mereka
memang orang tua yang sangat baik, taat ibadah dan penyayang. Tak salah jika ia
memiliki seorang anak seperti Rubby, seorang pria yang sholeh dan baik hati. Aku
berdoa dalam hati, berharap dialah yang akan menjadi imamku kelak. Berdoa bahwa
ia lah sang pemilik tulang rusuk ini. berdoa bahwa dial ah yang akan menjadi
ayah bagi anak-anakku kelak.
Tak pernah rasanya
kulalui hubungan seindah dan setenang ini. Dimana seorang pria bisa menjaga
nafsunya untuk menjamah seorang wanita yang belum menjadi muhrimnya. Teringat
beberapa hubunganku sebelumnya kandas karena terlalu sulit menjaga nafsu.
Hubunganku seperti benar-benar di arahkan oleh Allah menuju jalan yang
semestinya kami lalui. Hubungan yang kunantikan selama ini. terimakasih ya
Allaaaah, telah Engkau pertemukan aku dengan kekasihmu di dunia ini.
Kebahagiaan
Terakhirku ~~~
Memang hubungan
yang kami jalin selama ini jauh dari godaan yang ingin meretakkan kepercayaan
kami. Itu semua karena pengertian dari kedua belah pihak yang saling mengerti
dan memahami keadaan pasangan. Karena restu dari kedua orang tua kami yang sudah
berhasil kami genggam bersama. Karena dukungan dari teman-teman di sekeliling
kami yang turut mewarnai kisah kami.
Malam itu
kurasakan berbeda dengan biasanya. Malam dimana Rubby jadi tampak murung dari
biasanya. Saat kutanya apa yang sedang terjadi, dia hanya menjawab dengan
senyuman. Sikapnya pun dingin, tak ada pujian untukku kala itu. Bahkan untuk
menyapaku pun tak lagi ia lakukan. Aku heran dan bertanya-tanya dalam hati. Apa
salahku hingga dia seperti ini ????
Dan malam yang
begitu lama aku lalui hanya untuk sekedar makan malam bersama. Tak ada
pembicaraan malam itu. Aku hanya bisa terdiam dalam sedihku melihat sikapnya
yang dingin. Terasa ada yang mengalir di ujung mata ini. aku tak ingin kita
lama-lama berdiam diri seperti ini terus. Kita harus saling terbukaaaa~~~
#teriakkudalamhati.
Setelah makan
malam usai, kami lantas bergegas untuk pergi meninggalkan tempat itu. Sungguh
amat sangat berbeda dengan biasanya. Tak ada canda tawa malam itu. Yang terasa
hanya suasana dingin. Tak ada sentuhan tangan Rubby yang menggenggam tanganku,
tak ada belaian tangan Rubby di rambutku, tak ada usapan tangan lembutnya di
pipiku. Tak adaaaaaaa !!!!!
Ia
memberikan aku sebuah kotak dan menyuruhku menyimpannya baik-baik. Ia juga
menyuruhku untuk membuka kotak itu saat aku telah sampai dirumah. Aku
mengangguk dan kemudian ia kembali terdiam. Sungguh tanda tanya besar yang
kurasakan saat itu. Sesampainya dirumah, aku meletakkan kotak itu disebelah
tempat tidurku. Kurebahkan badanku dan kuraskan air mataku mengalir dari sudut
mataku. Aku menangis, entah kenapa aku merasa sangat sedih sekali.
Terbangun untuk memulai
segala aktifitasku seperti hari-hari biasanya. Kulihat banyak pesan yang di
tinggalkan Rubby, banyak sekali permintaan maaf darinya. ia juga mengatakan
bahwa sebagai tanda permintaan maafnya padaku, ia mengajakku untuk makan malam
bersama lagi. Aku tenang, sedikit lega karena sikap Rubby yang dingin itu sudah
kembali hangat. Ketakutanku semenjak semalam telah berakhir. Terimakasih Ya
Allaaah ~~~
Malam itu ia kembali
menjemputku, mengajakku ketempat favorit kita. Dinding-dinding dan aksesoris
RM. Lumbung adalah bentuk saksi bisu keceriaan kami. Senang rasanya merasakan
kehangatan Rubby malam itu. Ia menyuapiku sesendok sup dan aku pun demikian.
Seakan tak menghiraukan orang-orang yang hadir disekitar kami saat itu. Kami
sibuk dengan lingkaran yang telah kami buat. Tak ada yang menyinggung ataupun
membuka pembicaraan mengenai sikapnya yang berubah dimalam sebelumnya. Yang
kufikirkan saat itu adalah bersyukur pada Allah karena telah mengirim
kekasihnya di sisiku.
Hari semakin
gelap, tak terasa jam tanganku sudah mengarah mendekati tengah malam. Kami
bergegas menuju mobil dan pulang. Ia sangat hangat kala itu, ia kecup keningku
dan mengatakan bahwa ia sangat menyayangiku. Aku pun mengangguk. Aku juga
sayang dengannya, ia menggenggam tangaku, mengusap pipiku dan membelai
rambutku. Tatapannya berbeda, mataku mengarah pada gerakan tangannya yang
sedang mencari-cari sesuatu dari dalam sebuah laci di mobilnya. Ia tersenyum
sambil menyuruhku untuk membuka genggaman tangannya. Aku menurutinya, genggaman
tangannya sangat susah sekali terbuka. Semakin kuat aku berusaha membukanya, ia
semakin menguatkan eratannya. Hingga akhirnya aku mengalah dan manyun didepannya.
Ia kembali mencium keningku dan memintaku untuk memejamkan mata. Aku sempat
menolaknya karena masih kesal dengannya.
Akan tetapi, saat
mendengar rengekan manjanya, hatiku pun luluh. Aku memejamkan mataku. Kurasakan
belaian lembut tangannya mengitari pipiku. Mengelilingi seluruh bagian wajahku.
Mengikuti setiap lekukan wajahku. Hingga tangannya menarik jemariku dan
meluruskannya. Aku merasakan ada benda berbentuk bundar mulai memasuki jari
manisku. Semakin lama semakin menuju ujung jariku. Setelah benda itu sampai
pada ujungnya, ia pun mencium tanganku dengan suara kecupannya. Aku membuka
mata dan melihat sebuah cincin emas telah melingkar dijariku. Aku menatapnya
dengan penuh tanya, namun ia hanya tersenyum. Aku mengerti maksud dari semua
ini, pertunangan kami yang sempat dibicarakan oleh kedua orang tua kami pun
akan segera berlangsung. Aku tertawa bangga dan kemudian memeluknya, merasakan
desah nafasnya di telingaku. Aku mengucapkan terimakasih padanya sebelum
akhinya kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Kepergiannya
Ke Pangkuan Sang Khalik ~~~
Sesampainya
dirumah yang kupandangi hanyalah cincin emas yang melingkar dijariku. Betapa
bahagianya aku saat itu. Amat sangat bahagia. Kurebahkan kepalaku di bantal
boneka pemberiannya. Terlelap tidur tanpa harus membersihkan wajah dan mencuci
kaki terlebih dahulu. Berharap esok menjadi hari yang lebih indah untukku.
Terimakasih untukmu Bie, terimaksih ya Allah.
“Tidur dalam keadaan
bahagia merupakan suatu hal yang sangat aku harapkan disetiap malamnya. Malam
ini aku telah menerima kado special dari orang yang aku sayangi. Terbayang
olehku bahwa kami akan bersama duudk dipelaminan. Dikelilingi dengan
orang-orang yang kami sayangi lainnya. Dengan keluarga Rubby dan keluargaku
yang menjadi pendamping kami dipelaminan nanti. Sebuah gaun pengantin putih
yang membalut tubuhku. Sebuah kalung dan bandana yang menghiasiku nantinya.
Sebuah irama romantic yang mengiringi berlangsungnya pernikahan kami. Sungguh
khayalan yang sangat sempurna.”
Tidur mati menjadi
hal biasa bagiku. Sehingga aku tak mendengarkan posnelku bordering saat waktu
menunjukkan pukul 12 malam. Aku mengambil ponselku dan melihat banyak panggilan
tak terjawab. Aku menelpon Batak yang kulihat paling banyak menghubungiku malam
itu. Ia menjawab telponku dengan suara gugup dan sambil terisak. Aku berusaha
menenangkannya agar ia bisa menceritakan apa yang sedang terjadi. Aku bertanya
apa yang sedang terjadi, Batak menceritakan dengan perlahan.
Rubby tabrakan yun, jenazahnya masih belum bisa dikeluarkan karena
tergencet dasbor mobil.
Aku langsung
terdiam mendengar kabar itu. Entah apa yang harus aku lakukan saat itu. Airmata
mengalir dengan derasnya dipipiku. Aku bergegas mengusap mataku dan pergi menemui
Mamah Vera. Kulihat tangisan Mamah Vera tak kalah kencang denganku. Beliau
memelukku dengan erat. Hanya suara tangis yang mengisi rumah kala itu.
Kusandarkan bahuku pada dinding sofa sambil melanjutkan tangisanku. Hatiku
hancur dan teramat sakit. Aku tak sanggup secepat ini kehilangan orang yang kusayangi.
Rubby harus pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Tak pernah terbayangkan
sedikitpun hal ini akan terjadi. Aku menangis dan akhirnya terpuruk.
Jenazah datang
kerumah sekitar pukul tiga pagi. Hanya sedikit keluarga yang pergi kelokasi
kecelakaan karena mereka tak sanggup untuk menyaksikan Rubby meninggal dengan
mengenaskan. Saat jenazah itu telah berada di tengah-tengah keluarga, Gemuruh
tangis kian nyaring terdengar. Aku mendekati janazahnya dan mengusap pipinya.
Kuikuti kemanapun lekukan wajahnya sambil mengingat caranya meraba wajahku
beberapa jam yang lalu.
Aku menangis tiada
henti hingga aku terbangun saat metahari sudah sepertiga tingginya. Aku
terkejut karena aku berada di kamar Rubby. Salah seorang sahabat menceritakan
bahwa aku pingsan di atas jenazah Rubby. Itu karena aku tak kuasa menahan
kesedihan yang mendalam. Aku segera bergegas keluar tanpa banyak bicara.
Jenazah Rubby sudah selesai dimandikan, dan siap untuk disholatkan. Aku
menuruni tangga dan meminta ijin untuk menciumnya untuk yang terakhir kalinya.
Meskipun pandanganku tak terlalu jelas karena mata ini sudah terlalu bengkak
karena linangan air mata. Tapi kala itu aku berusaha membuka mata
selebar-lebarnya untuk menatap wajahnya. Aku mengusap pipinya, mencium kening,
mata, hidung dan pipinya. Kusandarkan sejenak kepalaku pada dadanya yang sudah
tampak dingin. Kucium punggungnya untuk terahir kalinya. Kubisikkan kalimat
ditelinganya, “tidurlah dengan tenang
sayang, aku menyayangimu dan tak akan pernah melupakanmu”.
Jenazah itu kemudian
pergi menuju pemakaman setelah disholatkan. Aku teriak sambil menangis. Aku tak
sanggup melalui hari esok tanpamu. Para sahabat LD kemudian mendekatiku dan
mencoba untuk menenangkan. Mereka menopang tubuhku yang lemah untuk menuju
lobang pemakaman Rubby. Tak kuasa menahan tangis saat tubuh dingin Rubby harus
menempati lobang itu. Aku terjatuh dan tersipuh dikaki-kaki para pelayat. Aku
menangis dengan kencangnya, aku bersedih. Mamah Vera pun demikian, ia sempat
beberapa kali pingsan saat menyaksikan pemakaman putra tersayangnya.
Jasad itu sudah
menempati lobangnya. Tanah itu kemudian menutupi pandangan para pelayat dari
jasad itu. Aku semakin lemah dan tak kuasa menahan tangisku. Kekasihku telah
pergi untuk selamanya. Seusai para pelayat membacakan doa untuknya, hanya aku
dan beberapa yang masih tersisa di pemakaman itu. Aku memandangi pemakaman itu
sambil menangis. Aku tak ingin meninggalkan makam itu. Kupandngi cincin yang
melingkar di jemariku, pemberiannya semalam. Kemudian aku berteriak, aku sangat
sedih dan tak bisa menyembunyikannya.
Enam
Bulan Keterpurukanku ~~~
Hari-hari
berikutnya aku hanya bisa terdiam, tersenyum seadanya dan berkata secukupnya.
Tak kuhiraukan tawaran teman-teman untuk mengajak nongkrong ataupun berkunjung
ke basecamp. Sepulang bekerja, aku langsung masuk kamar dan terdiam dikamar
itu. Keluar kamar saat waktu makan malam lalu kembali menuju kamar. Terdiam,
terpaku, menangis, memandangi foto kami. Mungkin airmataku sudah kering untuk
kembali menangis. Meski aku masih saja sedih dengan perpisahan kami ditangan
Tuhan.
Mamah Vera sempat
beberapa kali mengunjungiku dan mencoba membantuku untuk bangkit dari kesedihan
ini. Tapi aku tak menghiraukannya, aku hanya tersenyum memandangnya. Ia
menyarankan agar aku mencari pengganti Rubby agar aku tak terlarut dalam
kesedihan ini. aku mengangguk dan berpaling darinya menuju tempat tidur. Mamah
Vera tak tahu apa yang aku rasakan, Rubby tak akan pernah terganti. Meski ada
sosok pria lain yang mendampingiku nantinya, tetapi yang kuinginkan hanya
Rubby. Rubby dan Rubby.
Bulan demi bulan
terlalui dengan sikapku yang masih dingin terhadap orang-orang disekitarku.
Meski para orang tua dan sahabat tak henti mensupportku untuk kembali bangkit
dan menjadi Yuni yang dulu. Tapi aku sepreti mati rasa, tak ada gairah untuk
melanjutkan hidup. Aku tersenyum dan hanya tersnyum untuk menghargai usaha
mereka. Terimakasih Mami, Mamah dan para sahabat LD yang sudah menyemangatiku.
Aku sayang kaliaaan~~~~
Untukmu
sayangku, (23 April 1990 – 23 April 2010)..
Yang
kini telah pergi menggalkanku di dunia ini…
Doaku
akan selalu ada untukmu, sayangku tak akan pudar padamu..
Engkau
kekasih terbaik yang pernah ada disampingku…
Engkau
yang telah menemaniku selama ini, membuat hidupku lebih berwarna…
Terimakasih
sayang …
Kuharapkan
ketenanganmu di alam sana..
Hadirlah
dimimpiku dan selalu lah berada disampingku meski aku tak bisa memandangmu…
Meskipun
kita kini telah terpisah, tetapi hati ini tak akan luntur dari namamu…
Muhammad
Robby Fernanda, sayangku untukmu…
Selamat
jalan sayang…
Selamat
jalan…